Rabu, 23 Desember 2015

Petuah Kepemimpinan dari Menteri Pariwisata

Hari itu, saya berkesempatan menghadiri acara penghargaan Indonesia Most Admired CEO yang diadakan Warta Ekonomi di Hotell Pullman. Sambil mengambil gambar pimpinan perusahaan tempat saya bekerja yang terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan bergengsi tersebut, saya mencuri dengar petuah-petuah para pemimpin negeri ini untuk para CEO yang hadir. Siapa tahu bermanfaat untuk diri kita karena kita semua adalah pemimpin untuk diri sendiri.




Salah satu yang menarik buat saya adalah petuah Menteri Pariwisata, Bapak Arief Yahya, yang diuraikan  dalam sesi CEO Talk di acara tersebut. Beliau mengatakan seorang pemimpin harus memiliki imaginasi atau visi yang jauh ke depan.

"Imaginasi yang berawal dari akhir," kata Pak Arief memulai pidatonya.

Sebuah imaginasi yang berawal dari akhir yang beliau maksud adalah pemimpin harus membayangkan end result dari imaginasi tersebut. End story dari imaginasi itu, akan menunjukkan arah kemana organisasi akan melangkah. Kemudian bagaimana memulainya ? Pak Arief melanjutkan ceritanya. Rasanya setiap kalimat yang beliau ucapkan sudah merupakan petuah yang dalam.

"Yang pertama, Pemimpin harus fokus pada program top three atau top five saja."

Betul juga yang beliau katakan. Terlalu banyak program, kita bisa menjadi tidak fokus dan terkadang bisa memboroskan anggaran. Sedikit program namun dengan dampak yang besar tentu akan lebih baik.

"Yang kedua adalah, mengutamakan yang utama. Mengalokasikan resources ke sana."

Setelah mengetahui top three atau top five, maka pemimpin bisa lebih fokus untuk mengarahkan sumber daya yang ada untuk mewujudkan hal-hal yang menjadi prioritas. Dalam skala kecil pun prinsip ini bisa kita terapkan sehari-hari. Misalnya, dalam bekerja, tentunya di antara sekian banyak rutinitas kita punya beberapa prioritas yang harus diutamakan dibandingkan hal lainnya. Bukan berarti hal lainnya tidak penting. hanya saja sebagai pekerja, waktu, sumber daya, dan tenaga kita terbatas.

"Yang ketiga adalah membuat aksi. Visi dengan aksi akan merubah dunia. Aksi tanpa visi bisa populer tapi hanya sensasi, bukan portofolio bisnis yang sebenarnya. Sedangkan visi tanpa aksi hanya ilusi," demikian Pak Arief melanjutkan petuahnya.

Wah indah sekali Pak Arief mengungkapkannya, sampai saya otak saya membelah masing-masing informasi tersebut, mengurai kerumitan kata, mencernanya dan mencari contohnya dalam kehidupan sehari-hari.

"Visi dengan aksi akan merubah dunia". Saya pernah membaca yang diungkapkan Tim Cook, CEO Apple. Steve Jobs ingin membuat produk Apple yang merubah dunia. Visi Steve Jobs kini menjadi nyata. Bagaimana dulu IPOD menggantikan "walk man" sehingga kita menikmati musik dengan cara yang berbeda, termasuk kemudahannya mengakses lagu dalam Itunes. Bagaimana Mac Booc memberikan eksklusivitas bagi penggunanya. Bagaimana Iphone menjadi trendsetter hingga pada peluncuran pertamanya orang akan rela mengantri dari pagi buta untuk menjadi yang pertama mendapatkan Iphone. Rasanya merinding kalau membaca cerita-cerita ini. Visi yang disertai aksi memang akan merubah dunia.

Kalimat Pak Arief berikutnya, " Aksi tanpa visi bisa populer tapi hanya sensasi, bukan portofolio bisnis yang sebenarnya." Hmm... Kalau kita amati di sekeliling kita banyak juga orang-orang yang melakukan hal ini. Membuat aksi-aksi populer yang kemudian menjadi sensasi. Tiba-tiba saya teringat kisah PT Sekawan yang disuspensi BEI karena terkait dengan isu goreng saham yang pemberitaannya cukup ramai awal November 2015. Ada salah satu blog yang membahas hal ini http://www.creative-trader.com/2015/11/16/misteri-mr-r-di-saham-siap/. Mengutip dari blog tersebut PT Sekawan Intipratama Tbk adalah perusahaan yang sebelumnya bergerak di industri percetakan kertas dan plastik, namun pada tahun 2014 lalu tiba-tiba berpindah ke industri pertambangan batubara.

"Setelah masuk ke bisnis batu bara, harga saham Sekawan mulai menanjak dari di bawah Rp 200 per lembar menjadi di atas Rp 460 per lembar. Kapitalisasi pasarnya pun menanjak hingga dua kali lipat meski bermodalkan izin tambang."

Sejak IPO saham ini bisa dibilang tidak diminati oleh investor,  namun kondisi tersebut berubah sejak bulan Juli 2014 dimana perusahaan ini memutuskan untuk Right Issue untuk berpindah haluan bisnis ke saham batubara. Sahamnya bukan hanya naik dari 100an ke 400an namun volume perdagangannya juga naik dari kurang dari 1M sehari sampai ke 250M sehari. Setelah kejadian itu, harga saham kembali ke bawah 100. Akhirnya sahamnya di suspend.


 Kalimat berikut selanjutnya "Visi tanpa aksi hanya ilusi."Kalau terkait hal ini tidak perlu susah-susah contohnya. Kita sebagai individu pasti pernah mengalami ini. Waktu kecil ketika di tanya cita-citanya jadi apa, kemungkinan berbeda dengan apa yang kita raih sekarang. Hambatan terkadang membuat kita hampir menyerah dan bahkan kita menyerah tanpa pernah mencobanya.

Seorang teman berusia di awal 30 tahun keluar dari tempatnya bekerja sebagai senior manajer di sebuah perusahaan besar. Alasan dia keluar adalah ingin mencoba berbisnis kacamata online berpartner dengan rekannya, desainer kaca mata di luar negeri. Dia katakan. "Mumpung masih muda, aku harus mencobanya sekarang. Kalau tidak aku akan menyesal karena tidak mencoba melakukan visi ini. Jika aku gagal, aku tak akan pernah menyesal karena pernah mencobanya. Setidaknya aku tahu itu mungkin bukan jalanku." Aku mengagumi sosoknya yang keluar dari tempat kerja yang cukup nyaman dan mewujudkan visinya. Karena kalau tidak, visi hanya sekedar ilusi.

Terakhir Pak Arief menyampaikan suatu hal yang tidak kalah pentingnya, "Bagi follower seeing is believing. Bagi Visioner believing is seeing,"

Ternyata yang beliau maksud, ini adalah perbedaan pemimpin dan pasukan yang dipimpinnya. CEO bisa mempunyai ribuan pasukan. Tapi ia tidak mempunyai mukzizat untuk mewujudkan imaginasinya. Sehingga ia harus berusaha sekuat tenaga meyakinkan pasukannya bahwa imaginasi atau visinya tersebut adalah benar. Pemimpin harus berusaha mempercayai visinya, dan menjadikan visi itu sebuah kenyataan.

Menurut beliau kuncinya meyakinkan pasukan adalah "Walk the Talk". Konsep ini sama dengan yang diterapkan pimpinan saya di tempat saya bekerja. Bahwa pemimpin juga melaksanakan apa yang ia katakan, mampu membuktikan apa yang ia katakan agar pasukannya yakin untuk mengikuti kemana pemimpin melangkah. Dengan mampu membuktikan bahwa visinya benar, pasukan akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk mencapai visi tersebut.

'Hanya dengan memiliki pasukan dengan tingkat confident yang tinggi kita bisa mencapai apa yang kita inginkan," tutup Pak Arief.

Terima kasih atas petuahnya Pak Arief. Semoga sektor pariwisata Indonesia semakin bersinar dengan kepemimpinan Bapak.

Silakan melanjutkan melihat cerita lainnya di link berikut
http://sekatayuyun.blogspot.co.id/2015/12/fashion-10-tahun-lalu-dan-kini.html



























Tidak ada komentar: