Selasa, 12 April 2016

Nadiem Makarim : Idea Matters ?? Not really


Suatu hari saya diundang menghadiri seminar yang diadakan oleh SESPARLU Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan CSIS. Dan yang membuat saya betah berada di ruangan seminar itu antara lain karena kehadiran beberapa CEO Start Up Company diantaranya CEO Gojek. Saya berharap dapat mencuri ilmu mereka untuk memperkaya wawasan mengenai dunia start up.

Kehadiran Nadiem Makarim hari itu cukup menyita perhatian audiens. Selain reputasinya CEO sebagai perusahaan aplikasi transportasi online terbesar di Indonesia dengan mitra driver mencapai sekitar 250 ribu orang, saya rasa audiens penasaran dengan sosoknya. Saya juga demikian. Mengingat Gojek hadir pada saat yang tepat di saat masyarakat Jakarta muak dengan morat-maritnya transportasi umum dan kemacetan, Gojek mampu melebur ke budaya masyarakat secara tepat, dan akhirnya Nadim mampu membawa Gojek leading di industri yang ia ciptakan sendiri.

Sebenarnya Nadiem didapuk untuk membagikan pengalamannya dalam konteks "Idea Matters" , namun Ia terang-terang mengatakan, "To me, Idea doesn't matter, but the execution does." Nah lho. Ini yang menarik perhatian saya.

"Ide yang saya lakukan adalah menghubungkan transportasi dengan Indonesia. Siapapun bisa melakukannya sebenarnya. Yang lebih penting adalah eksekusinya. Gojek can do more than transporting people," kata Nadiem.

Benar juga yang ia katakan. Banyak orang memiliki ide besar (termasuk saya sendiri kadang-kadang punya ide besar di kepala) namun, hanya sedikit orang yang mampu mengeksekusinya, mengembangkannya hingga sukses. Tulisan ini akan mengurai sedikit bagaimana CEO Gojek ini mengeksekusi idenya semasa kuliah dulu, membuat aplikasi transportasi online untuk masyarakat Indonesia

Ketika ditanya apa kunci kesuksesannya, Nadiem berujar, "Saya percaya bahwa model bisnis Gojek dengan banyak diversifikasi ini memerlukan keyakinan terhadap kapasitas sumber daya manusia yang ada. Saya percaya model bisnis ini bagus untuk pemberdayaan sosial, bagus untuk Indonesia."

Ini juga menarik. Ternyata, Gojek tidak memberikan training pada karyawannya malah ia menempa sumber daya manusia atau mitra driver dengan "Self Training". Driver harus mampu mengedukasi dirinya sendiri. Disisi lain, perusahaan hanya memberikan insentif untuk driver yang baik sesuai kriteria yang ditetapkan serta mekanisme punishment atau bahkan memberhentikan mereka yang tidak bersikap baik kepada customer. Dengan belajar sendiri melalui komunikasi dengan sesama driver Gojek, maka perilaku yang diinginkan perusahaan dimiliki driver pun muncul dengan sendirinya. Insentif berperan kuat dalam proses self training ini. Insentif membuat driver bersemangat memberikan kinerja yang baik.

"Saya sendiri amazed dengan self training ini," kata Nadiem. Ia surprise sekali dengan metode yang ia terapkan. Ia memberikan kepercayaan kepada mitra driver untuk mengedukasi diri mereka sendiri. Dari pengamatannya, dengan metode self training, driver Gojek terbiasa saling membantu satu sama lain, saling memback-up, perasaan dibawah satu identitas muncul hingga menciptakan sebuah komunitas driver Gojek yang kuat. Mereka juga memiliki grup sendiri untuk berkomunikasi sehingga menimbulkan solidaritas yang kuat diantara sesama driver. Ikatan ini akhirnya membuat mereka saling membantu untuk sukses dalam pekerjaan.

Strategi lainnya yang ia lakukan terkait sumber daya manusia, Nadiem mengatakan ia memiliki tim yang mampu berjalan sendiri. Nadiem hanya memberikan challenge, dan dengan kreativitasnya tim yang ada menangkap tantangan tersebut dan menjawabnya.

Bicara kesuksesan Gojek, perusahaan yang didirikan tahun 2008 ini diuntungkan oleh perubahan budaya masyarakat Jakarta saat ini yang menuntut sebuah servis yang lebih baik, cepat, dan terjangkau.

"Gojek cepat berkembang karena customer memerlukan transportasi yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. Jika tidak mengunduh aplikasi gojek, sudah pasti menanggung biaya transportasi umum yang tinggi. Seperti Ibu saya, pasti biaya transportasinya jauh lebih tinggi dari pada saya, karena tidak menggunakan Gojek," ujar Nadiem.

"Saya tidak menyangka dalam 4 bulan saja jutaan orang mendownload aplikasi Gojek hingga waktu itu Gojek mengalami technology issue," lanjut Nadiem.

pic source : bejotenan.com
Jadi teringat dulu Gojek sempat membuat customer kecewa karena servernya sering down. Mungkin karena hal begitu banyak orang yang menggunakan aplikasi ini yang tidak diimbangi dengan kemampuan server. Saya juga sering mendengar driver Gojek mengenai server yang tidak siap dengan lonjakan penggunanya. Namun kemudian Gojek segera berbenah dari sisi teknologi dan terus berinovasi menyediakan layanan-layanan lainnya.
Bicara mengenai persaingan dengan perusahaan sejenis, Nadiem menanggapinya dengan santai.
"Kompetisi membuat kita memberikan respon, menjadi selangkah lebih maju, dan inovatif."

"Kita sebelumnya mungkin tidak pernah menyangka kalau Gojek can do more than transporting people. Disinilah kami mengembangkan layanan Gojek hingga untuk mengakomodir macam-macam kebutuhan customer. Bukan berarti tidak fokus dengan core bisnis tapi biarkan customer yang mencoba semua layanan itu. Kami mengadakan review rutin, pada akhirnya jika suatu layanan tidak berhasil tinggal ditutup saja."


Nadiem merasa bangga dengan pencapaian Gojek saat ini maupun industri teknologi transportasi online secara umum karena mampu menaikkan taraf hidup masyarakat yang bekerja di Industri transportasi online.
"Di Jakarta, penghasilan driver rata-rata naik karena technologi transportasi online."

Sepertinya saya sepakat kalau sebuah ide tak bermakna dan tak akan sukses tanpa eksekusi yang baik. Jadi kalau sudah punya ide start up, jangan lupa pikirkan juga eksekusinya, pengembangannya, terutama tim yang menjalankan atau sumber daya manusia yang terlibat dalam usaha tersebut. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat :)





Tidak ada komentar: