Minggu ini sungguh hati terusik dengan banyaknya pemberitaan
mengenai Pemutusan Hubungan Kerja karyawan di industri manufaktur dan migas.
Banyak hal yang berkecamuk di pikiran saya. Tak ingin menyalahkan siapapun, saya
ikut mendoakan semoga mereka yang terkena dampak dari musibah tersebut mendapatkan
jalan keluar sebaik-baiknya dari Allah untuk masa depan mereka.
Semua kejadian ini tentu mengingatkan kita semua satu hal, untuk
selalu bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepada kita hingga hari ini.
Lepas dari pemberitaan itu saya tetap berpikir, kalau
Indonesia masih punya harapan. Bila kita melihat dari luar angkasa,
kerlap-kerlip lampu terlihat di belahan bumi negara-negara yang termasuk negara
maju seperti Jepang, Amerika, China, Dubai. Sungguh sangat kontras dengan
kondisi di negara-negara yang sedang berkembang seperti Africa, bahkan
Indonesia. Dari lokasi yang jauhnya jutaan kecepatan cahaya itu, negara sedang
berkembang terlihat gelap. Kerlap-kerlip lampu tersebar tak merata. Sebuah
kesimpulan memenuhi benak saya. Negara maju sudah lebih 1 abad yang lalu mengenal listrik untuk menggerakkan revolusi
industrinya. Seperti Amerika misalnya, saat itu mereka membakar batubara untuk
menggerakkan kereta uap, menyalakan listrik yang menumbuhkan pabrik-pabrik
hingga ekonomi negara itu tumbuh menjadi raksasa dunia. Dan kini mereka mulai
meninggalkan batubara untuk beralih ke energi terbarukan. Ketika kemampuan
ekonomi meningkat, mereka mampu membayar mahal untuk energi yang sumbernya dari
tenaga matahari atau lainnya.
Berkaca dari sejarah itu, kalau kapasitas listrik di
Indonesia bertambah saya yakin Indonesia masih punya harapan untuk hidup yang
lebih baik. Terbayang ketika misalnya 1 Pembangkit listrik berkapasitas 2000MW dihidupkan,
5000 tenaga kerja akan terserap disana. Kita bisa mulai menghitung, berapa keluarga
yang mendapatkan kehidupan yang lebih baik ? Berapa anak yang bisa belajar di
bawah penerangan lampu, berapa desa yang industri kecilnya masih bisa bergerak
waktu malam ?
Berapa orang-orang yang dapat menggunakan komputer dan
tersambung dengan internet, kemudian wawasannya menjadi luas? Saya ingat, otak
saya baru mulai banyak terisi informasi yang luas ketika saya di bangku kuliah,
artinya ketika saya mulai mengenal internet. Ketika menyadari hal itu, saya
berkesimpulan internet yang dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk
kemaslahatan umat akan mencerdaskan bangsa ini. Internet membutuhkan listrik
tentunya.
Otak saya terus berkalkulasi. Selain internet dapat diakses,
akan tumbuh pabrik-pabrik skala kecil disekitar PLTU bisa dibangun. Kalau
biasanya masyarakat hanya menjual hasil bumi di pasar, keberadaan pabrik itu akan
menumbuhkan industri pengolahan makanan. Berapa banyak masyarakat yang
meningkat penghasilannya karena menjual makanan kaleng dibandingkan hanya menjual
hasil pertanian yang berupa bahan mentah?
Saya hanya ingin mengatakan, jangan bersedih, kita masih
punya harapan. Indonesia akan mengejar ketertinggalannya dengan negara-negara
maju itu. Harapan itu datangnya dari ketersediaan listrik.
Ketika proyek 35.000 MW beroperasi nanti, berapa karyawan
yang dibutuhkan di proyek-proyek tersebut ? Bukan tidak mungkin karyawan yang
di PHK di industri lain, dapat bekerja di industri listrik atau di industri
lainnya yang mulai bergerak kembali.
Indonesia sedang berharap mampu menyediakan banyak listrik
untuk masyarakatnya. Harapan itu muncul dari dari batubara. Ibu pertiwi pasti mampu
menyediakan listrik karena ia punya banyak batubara sebagai bahan bakar listrik
yang terjangkau dibandingkan sumber energi lainnya. Batubara yang dibakar di
PLTU dengan teknologi terkini atau disebut ultra super critical, juga mampu menghasilkan
energi yang bersih dengan tingkat emisi yang sangat rendah.
Membayangkan semua itu, tumbuh optimisme dalam diri saya. Semoga
Indonesia kedepan lebih cerah.Amin.
2 komentar:
Woow keren bu
Hehe...pa kabar om Johnss ketemu di dunia blogging kita
Posting Komentar